Antara Masker dan Absurditas

Tulisan ini sebagai penepatan janji atas tulisan gua sebelumnya.. Tanpa Judul
Tapi mohon maaf, kalo tulisan yang bakal Anda baca ini.. agak-agak ga biasa.. alias serius.. šŸ˜€

Sambil menunggu jarum jam berada di posisi di mana menujuk pada sepiring nasi di meja siang ini. keisengan tingkat dewa saya kembali memuncak. Keinginan untuk membuat postingan ini rasanya sulit untuk di bendung, meski ga tau harus nulis apa dan dengan tema yang bagaimana.

Sama halnya dengan saya yang sama sekali ga mengerti dengan istilah absurd, yang kerap digunakan oleh orang-orang pada saat ngetwit di akun Twitternya.

Istilah absurd kini menjadi populer di kalangan kaum muda (penggila mikro blogging) Jakarta. Menurut majalah.tempointeraktif.com, fenomena ini bukan karena kegandrungan orang terhadap absurditas, tetapi karena kerancuan pemakaiannya. Istilah itu sering menjadi amat dangkal dipraktekkan. Ia sering disamakan dengan segala sesuatu yang “asal aneh” atau “asal tak bisa dimengerti”. Lebih lanjut lagi, “ketidakmengertian” itu sering bukan disebabkan karena obyek yang harus dimengerti itu tidak masuk akal, tetapi karena ia yang mencoba mengertinya ternyata tidak atau belum berpikir logis. Kendati Esselin menyatakan absurd (secara harfiah berarti mustahil, tak masuk akal).

Entahlah.. saya hanya mengaggap bahwa, absurd itu adalah hadirnya trend, fesyen atau mode baru tanpa arah yang jelas, semisal merabaknya fenomena “masker” di Jakarta. Banyak orang berlomba-lomba menggunakan makser dengan corak dan warna yang berbeda-beda menyesuaikan dengan selera.

Yang saya maksud bukanlah masker yang dikenakan pengendara motor atau sepeda lho. Tapi masker yang dipakai -sebagian besar wanita- saat menunggu bus di halte, dalem bus, angkot atau di jalan, bahkan sampai di dalam mall sekalipun.

Yang menarik, masker belakangan ini ga hanya didominasi kaum wanita saja. tapi juga sudah bukan rahasia kalo para pria juga tak lagi canggung menggunakannya.

Saya, seperti umumnya warga biasa, tak paham apa sesungguhnya maksud di balik penggunaan masker itu, menutupi kekurangan wajahnya kah, menghidari polusi kah, atau hanya soal mode semata. Atau bagi para wanita mereka lebih nyaman dengan makser saat berada di keramaian agar wajah utuhnya tak jadi santapan mata-mata hidung belang. šŸ˜€

Ehmm… Jadi kenapa juga ya saya ngomongin soal makser??, meski sedikit, sebenarnya ini ada kaitannya sama soal yang sedang hangat dan memiliki rating tertinggi akhir-akhir ini di lingkungan saya. Ā Masker bagi saya berarti “diam” atau tak banyak bicara, cukup dengarkan tanpa perlu banyak menentang, meski sebenrnya saya tak sepaham.

Orang biasa bilang masa bodo. sama halnya seperti saya yang masa bodo dengan orang-orang yang memiliki kepercayaan diri sangat tinggi, saat menggunakan masker bergambar kepala doraemon saat antri di anjungan ATM.

Bukan tanpa alasan saya mengambil sikap diam dan masa bodo. peraturan yang ada dan soal masker itu menurut saya sama-sama ga jelas alias absurd (setidaknya menurut saya)… tapi rasanya saya tidak perlu memperjelas panjang lebar soal alesan kenapa saya mengambil sikap itu.

Kenapa? karena saya takut semua hal. termasuk tulisan saya ini menjadi absurd…

Leave a comment