JC’ers Tour @Borneo

Matahari tampak begitu genit, berjalan perlahan dan segan, seolah malu-malu memancarkan sinarnya ketika pesawat Boeing 737-400 yang saya  tumpangi dengan manisnya mendarat di Bandara Sempinggan Kota Balikpapan, salah satu kota di provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Sekitar pukul 9.00 WIB atau 10.00 WITA kali pertama saya menapakan kaki di kota minyak setelah sekitar 2 jam perjalan dari Jakarta. Adalah teman-teman dari BFC (Balikpapan Fans Club) dan 2 orang dari JaKaltim yang menyambut kedatangan kami di terminal kedatangan bandara Sempinggan.

Datang sebanyak 14 orang dari Ibukota ke pulau penghasil batu bara ini bukan tanpa alasan, sejak jauh-jauh hari saya dan rekan dari Jakantor community ( OB (commander), Flower Orenda dan Jethro, Budhi Sandh, Zizou, Rama Done, Haday Had, Hafiz, Illa, BH, Saifullah, Joy dan saya sendiri, syahid)  dengan sangat apik memang sudah merencanakannya. Kami datang untuk menyaksikan dan mendukung Persija secara langusng melawan tuan rumah Perisam Samarinda. Pertandingan yang sedianya akan dilangsungkan pada tanggal 13 Februari 2011 ini akan di gelar di stadion Senggiri, Kota Samarinda.

Tentu saja, selain untuk mendukung Macan kemayoran berlaga, kesempatan yang cukup singkat ini kami manfaatkan dengan menyambangi bebrapa kota dan pusat kebudayan di kalimantan Timur. Seperti apa dan bagaimana kami menikmati pesona alam dan kebudayaan selama di kota yang tersohor karena Batu bara dan sungai Mahakamnya yang eksotik… ehmm penasaran????

Hal pertama yang kami lakukan ketika sampai di Bandara adalah mencari tempat disudut sekedar untuk melonjorkan kaki, Saya memesan beberapa gelas kopi di warung paling terdekat dari kami berkumpul. Alih-alih melepas penat dengan menyeruput kopi, justru kejengkelan yang saya dapatkan, dengan harga yang relatif mahal, kopi yang saya minun sama sekali tak memiliki rasa khasnya, bahkan boleh dibilang hambar. Tak berselang lama, kami harus bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan tanpa terlebih dahulu menghabiskan kopi yang tadi saya pesan.

Perjalanan dilanjutkan melalui jalan darat menuju Samarinda, melewati perkampungan dengan jajaran rumah khas kalimantan disisi kanan dan kiri hampir dari separo perjalan yang menurut saya cukup panjang. Melintasi bebukitan dan liarnya hutan, sesekali mata di suguhkan pemandangan area pertambangan yang lapang, tampak dari kajauhan batu-batu berwarna hitam pekat dengan taburan hasap disekelilingnya. Menempuh jarak kurang lebih 1,5 jam perjalanan dari bandara memang cukup melelahkan, namun semua terobati dengan ikan dan atau ayam goreng dilengkapi dengan kuah khas Kalimantan yang menjadi menu andalan kami siang itu di bukit Soeharto, salah satu kawasan di pertangahan antara Balikpapan dan samarinda. (saya sendiri belum dapet jawaban pasti kenapa bukit tersebut dinamakan bukit Soeharto).

Waktu memanjakan perut berakhir, saatnya kembali melanjutkan perjalanan. Kurang lebih setengah perjalanan lagi, kami baru akan tiba di kota samarinda. Menempuh jalan darat sepanjang 120 KM melewati perkampungan dan jalan yang terjal bukan waktu yang sebentar. Saya coba mengisi kebosanan dan melawan lelah dengan ngobrol dan menanyakan banyak hal tentang kota Kalimantan kepada teman yang kebetulaan memegang setir, saya sendiri berada tepat disebelah kirinya. Mulai dari soal pekerjaan, sepak bola, hingga hal-hal yang berbau mistis dan magis yang sepertinya begitu lekat dengan kebudayaan Kalimantan, salah satunya tentang “lembuswana” penghuni sungai mahakam, “semacem ular rasaksa, besar kepalanya lebih besar dari mobil” tutur temanku dengan nada meyakinkan, seraya menepuk dasbord mobil dengan tangan kirinya. Meski sebenernya saya tak begitu yakin entah cerita itu benar adanya, atau hanya sebatas mitos belaka.. tapi tetap saja dan akan menjadi bagian dari legenda rakyat di kalimantan.

Saya tak tau pasti kapan dan dimana tepatnya kami memasuki gerbang perbatasan antara Balikpapan dan Samarinda. “Kita uda sampe di tepian sungai mahakam nih” ujar wahyu, salah satu JaKaltim yang sedari awal keberangkatan berada disamping saya sambil terus mengelus setir berwarna coklat kehitaman. Dengan mata yang masih sedikit “sepat” saya coba menagkap sebuah jembatan kokoh dan aliran sungai yang tenang serta kapal-kapal besar yang sedang bersandar, menatap dan mengajanya satu demi satu secara teratur dengan mulut yang tetap saja bungkan, dan memilih tak membalas apa yang baru saja wahyu katakan, barangkali karena saya belum sadar betul, dan dalam posisi yang lemot untuk menangkap sinyal, karena barusan saja saya terbangun dari tidur.

Sedikit merasakan kemacetan dan keramaian jalan sepanjang tepian, The Republic Stadium Cafe yang terletak di dalam komplek Stadion Senggiri tak jauh dari sungai mahakam, menjadi tempat berlabuh kami setelah menempuh 120 KM perjalanan dari Balikpapan. Dicafe yang didominasi warna oren ini, kedaatangan kami disambut oleh beberapa orang dari Pusamania, dan Pusam Cyber.

Mengisi waktu dengan berkenalan dan berbagi cerita tentang selama diperjalanan sambil –penuh perasaan dendam– menghirup kopi dan beberapa menu hidangan yang telah disajikan, diselingin sedikit “melirik mata” kearah para Pusamanita, mampu  mengobati kantuk dan lelah yang mengiringi saya sejak diperjalanan.

Sekitar pukul05.00 waktu setempat kami memutuskan untuk beranjak dari cafe oren menuju Stadion kudunga, yang menjadi markas salah satu tim yang saat ini berlaga di divisi utama Liga Indonesia, yakni Mitra Kukar. Terletak di Tenggarong Kutai Kerta Negara dengan jarak tempuh selama 2 jam dari tempat kami berdiri saaat itu. Menurut info yang saya dapet Nama Kudunga diambil dari nama Raja Kutai pertama.

Lagi- lagi adrinalin kami kembali teruji, dengan jalan yang berliku dan curam, kami dipaksa untuk membelah, naik turun melintasi bukit, dengan jalan yang  sebagian rata, namun separuhnya lagi berlubang dan dipenuhi pasir kerikil. Pasrah menjadi sebutir telur di ujung tepian jurang selama 2 jam, dibawah langit Kutai yang berwarna antara terang dan gelap, akhirnya kami tiba di stadion yang memiliki luas bangunan mencapai 32.000 meter persegi, dan mulai dibangun sejak tahun 2005 silam. Dari stadion Kudunga kami sempatkan menyambangi sekretariat Mit-Men, sebutan untuk para pendukung tim Mitra Kukar, untuk selanjutnya kembali ke Samarinda dan melakukan siaran bareng dengan pusamania di Radio Paras FM pada pukul 8.30 waktu samarinda.

Saya rasa, bagaimana kami menikmati malem tak perlu dicertain disini, kecuali bahwa saya dan teman-teman mencoba sempatkan untuk memenuhi undangan salah satu anak TheJak yang kebetulan memiliki sebuah cafe di sana. Sebatas bercengkrama dan ngobrol menjadi penutup malam pertama kami di Kota Samarinda…. hehehehe.

Pagi yang tak begitu ramah, diantara hujan yang dingin dan semburat matahari pagi yang merangkak segan. Saya terbangun dan menatap daun jendela penginapan yang tampak letih dengan wajah pesimistis. Padahal pagi itu. menjadi jadwal kami untuk mengunjungi Hotel Aston, tempat para pemain dan Official Persija menginap. Apa mau dikata, hujan yang sejak subuh tadi mengguyur Samarinda, pagi itu seakan masi ingin menunjukan keperkasaannya dan berusaha meyakinkan kami untuk mengurungkan rencana saja.

Nasib memang tidak selamanya bisa ditebak, Dari balik jendela lantai 2 penginapan, tampak rintik hujan yang semakin jarang. kamipun meutuskan untuk tetap dan bergegas menuju hotel. Walaupun pada akhirnya kami hanya mendapat waktu sebentar untuk bertatap langsung dengan para pemain, namun cukup membuat saya yakin bahwa tidak ada kata sia-sia dalam setiap kesungguhan. Dari hotel Aston kami menuju ke pusat belanja sekedar untuk membeli beberapa “buah tangan” khas Kalimantan, dan kembali menju kepenginapan, karena harus bersiap-siap untuk menyaksikan pertandingan sore nanti.

Saat yang ditunggu-tunggu segera tiba. Sekitar pukul 03.00 sore kami berjalan kaki menuju stadion Senggiri yang memang tak seberapa jauh dari tempat kami menginap. Berbaur dengan  ratusan bahkan ribuan orang, dengan satu titik tujuan yang sama, dan dengan getar-getar yang sama, hanya saja tim mana yang akan didukung yang membedakan kami dengan orang yang banyak itu. Saya lupa, apakah di tengah perjalanan kemudian saya beberapa kali menjumpai penjajah tiket diluar loket penjualan tiket resmi, orang biasa menyebutnya calo. tapi saya kira itu ga penting.

Tiba di komplek stadion Senggiri kami disambut oleh salah seorang dari Pusam Cyber, dan diantar menuju tribun VIP. Ditribun ini pula yang menjadi titik temu, untuk kemudian menjadi tempat berkumpulnya seluruh Jakmania yang pada sore hari itu hadir, entah yang sengaja dateng dari Jakarta, ataupun yang memang tinggal di wilayah Kaltim untuk menyaksikan secara langsung Laga Persisam melawan Persija Jakarta.

Babak pertama dimulai, kedua tim silih berganti melancarkan serangan. Namun sejumlah peluang kedua tim tak satupun berujung manis berbuah gol, sehingga babak pertama berakhir imbang tanpa gol.

Memasuki babak kedua, tim Macan Kemayoran tampil lebih agresif dan lebih sering menyerang. Sayang, sejumlah peluang tercipta, namun kembali gagal dimaksimalkan. Di menit ke-68, Stadion Segiri bergemuruh, sesaat setelah tuan rumah berhasil mencetak gol. Adalah Ahmad Sembiring yang mampu memecah kebuntuan gol di laga tersebut. Memanfaatkan bola umpan dari Irsyad Aras yang gagal ditepis penjaga gawang Persija, Hendro Kartiko. Dan membuat tuan rumah unggul 1-0.

Seolah takkenal menyerah Persija berusaha membalas dan terus menggempur pertrahanan tim Putra Mahakam. Keberuntungan memang sedang takberpihak kepada BePe dkk, hingga peluit panjang pertandingan berakhir, tidak ada lagi gol tercipta dengan skor tipis 1-0 untuk kemenangan tuan rumah.

Menjadi satu diantara ribuan orang yang menyesaki stadion, tak lantas mebuat nyali kami menjadi ciut, meskipun kami sadar, tapi mencoba untuk tak peduli bahwa suara kami susah untuk terdengar. Nyanyian penyemangat terus menerus kami teriakan sejak awal hingga wasit meniupkan pluit panjang berakhirnya pertandiangan. Tak ayal apa yang kami lakukan membuat sebagian besar penonton yang berada di deret kursi sebelah kami menjadi geram, bahkan beberapa kali berdiri dan serentak meneriaki kami. Untuk sejenak saya sibuk menduga apakah mereka “gondok” atau justru kagum dengan semangat dan loyalitas kami kepada PERSIJA.

Sebelum meninggalkan stadion rombongan sempat mengitari lapangan dan memberikan salam kepada Pusamania yang berada di tribun yang berhadapan dengan tribun yang kami tempati,  sebuah pemandangan yang menurut saya bigitu luar biasa, hangat dan bersahabat. Dan selanjutnya kembali kepenginapan.

Malam kedua di pulau yang terkenal dengan suku Dayaknya itu, badan saya sudah terasa amat lelah, bisa jadi teman-teman yang lain juga merasakan hal yang sama. Namun menyia-nyiakan waktu dan hanya merebahhkan badan di dalam kamar pada saat itu, rasanya bukan keputusan yang bijaksana. Keindahan sungai mahakam dan sebentuk siluet Islamic Center dalam balutan sinar bulan, menggoda kami untuk menyambangi dan sesekali membidikan kamera keseluruh wajahnya. Tepian sungai Mahakam, secangkir kopi “Espresso Original” Djoeragan Coffe menjadi akhir dari cerita perjalanan saya dan beberapa orang teman di Pulau Pesut Mahakam. Untuk selanjutnya kembali ke penginapan dan menyempatkan diri untuk sedikit memanjakan mata.

Senin 14 Februari 2011, Pagi-pagi sekali, bahkan lebih dulu sebelum matahari memamerkan senyumnya, kami sudah harus kembali terjaga. Pejam yang sebenarnya sedikit lebih nikmat dibanding malam sebelumnya, sayangnya tak ada mimpi indah sedetikpun di malam itu. Bangun dari tidur yang –sejujurnya– amat berat buat saya, rasanya ingin menjadi orang yang “amnesia” dan seolah lupa kalau pagi itu harus kembali ke Jakarta dengan jadwal penerbangan yang tak terlalu siang, kembali menjatuhkan tubuh dikasur lantas menarik selimut. Tapi apa mau dikata saya harus bergegas mandi, merapihkan semua yang saya bawa dan bersiap menuju bandara sepinggan di balikpapan.

Selamat tinggal bumi borneo, selamat berpisah batu barah. Selamat datang di bumi Oren, Jakarta.

3 thoughts on “JC’ers Tour @Borneo

  1. Paklek, bukit soeharto dinamakan begitu karena dulu yang bangun jalan itu atas perintah Pak Alm. Soeharto… Lagian ke Samarinda ga ngasi kabar, kalo ga kan bisa mampir ke rumahku…^^

    • oh gitu toh… abis gimana, ga keengehann kalo u di juga samarinda… uda gitu waktunya juga mepet bgt.. sempit, itu aja udah di padet’in bgt jadwalnya…

Leave a comment