Catatan Pinggir[an] Pohon Ceri

foto: Oren Barat

Kalo yang ini di tulis sekitar tanggal  1 November 2010.. tak lama setelah saya resmi menjadi bagian dari JAKANTOR Community. Terinsfirasi dari “isu”  kedahsyatan sebuah pohon ceri.  Selamat menikmati:

Awalnya hanya sepotong cerita yang mampir ke telinga saya, menggelitik dan membangkitkan rasa penasaran. “Bagaimana mungkin sebuah pohon ceri menjadi sebegitu populer? Mengada-ngada” batin saya seolah tak terima, tapi saya coba buang jauh-jauh pikiran itu, mengubur dalam-dalam dan membiarkannya terbenam bersama jarum jam yang bertengger tepat di tembok ––sebenernya terbuat dari gypsum–– belakang meja kerja saya.

Sore itu langit di kawasan jalan. MH. Thamrin cukup cerah. Saya memutuskan untuk meninggalkan kantor serta pekerjaan, dan lebih memilih menyaksikan petandingan antara PERSIJA VS Deltras di GBK. Menurut saya, selaen bisa menyaksikan tim kesayangan berlaga, juga akan menghilangkan rasa penasaran yang menghantui pikiran saya. (mungkin bagi sebagian orang terkesan konyol… cuma pohon ceri bisa-bisanya menganggu pikiran).

Hari yang saya tunggu-tunggu pun segera tiba, berharap segudang penasaran yang menggelayuti pikiran tentang pohon ceri itu segera melarikan diri. Sore itu menjadi awal perjumpaan saya dengan dia. Dan akhirnya, setelah harus berkali-kali menghentikan laju motor dan menepi dari jalan, sekedar untuk menghubungi teman yang lebih tau di sebelah mana letak si pohon itu. Kebuntuanpun berubah menjadi terang …“Masuk aja, lurus terus, ada disebelah kiri”…  Suara di telepon dari orang diseberang seraya meyakinkan pasti akan ketemu. (makasi banyak buat orang yang udah saya repotin karena harus mengangkat telepon berkali-kali dari orang yang sama dan pertanyaan yang sama)… Setelah tengok kiri kanan serta tak lupa mengikuti perintah teman yang saya repotin tadi, sedikit demi sedikit yang sedari awal saya cari, mulai keliahaatan “batang hidungnya” (lho..emang pohon ada hidungnya, biarin achh, biar tulisannya terkesan gimana gitu…. hehehehe), menaruh motor di parkiran, bergegas sayapun menghampirinya.

Sekilas biasa saja, tak ada yang istimewa, hanya ada seonggok kursi semi permanen terbuat dari potongan kayu yang terpendam di tanah, diduduki seorang gadis dengan warna kerudung yang sama dengan warna kaos Tim kebanggaan saya. Entah darimana dan siapa dia?. Biarlah, toh saya bukan sedang memikirkan gadis berkerudung itu. Hanya semata kebetulan saat itu dia berada di situ, tapat di bawah Pohon Ceri yang sedang saya ceritakan dalam tulisan ini. Pohon Ceri yang sarat makna dan penuh cerita, setidaknya itu yang saya tangkap dari berkali-kali obrolan beberapa teman. Selebihnya, dengan jelas mata saya menangkap orang-orang yang memang sudah saya kenal sebelumnya, dan sebagian lagi –kebetulan– cukup asing dimata saya.(bukan salah mereka kalo tidak mengenal saya, karena saya memang anggota baru di sini)

Setelah sapa dan memberikan salam sana-sini. Saya terdiam cukup lama, memandangi sekitar, menangkap semua  suara yang ada, menerka-nerka, berbicara dalam hati “Wah ternyata bener apa yang diceritain teman-teman” batin saya menyangkal apa yang saya pikirkan sebelumnya, ditengah berbagai berita tentang “ironisnya” supporter sepakbola di Indonesia, sesungguhnya saya sedang dipertontonkan bagaimana sebuah komunitas pendukung di Jakarta dari sudut pandang yang berbeda. Terkonsep dan sangat menginspiratif.

Walau tidak seperti lagu “Pandangan pertama saat awal bejumpa” yang di populerkan oleh pedangdut Arafiq. Tapi, sebuah pohon ceri yang dalam bahasa saya adalah “alun-alun”, ––karena menjadi tempat berkumpulnya teman-teman JaKantor tiap kali PEERSIJA akan merumput di GBK––Entah bgaimana, membuat saya memandang sebuah komunitas pendukung Persija, dengan cara yang berbeda. Hangat… kocak… seru… menyentuh. Saya seperti diingatkan tentang kedewasaan dan persaudaraan. Banyak hal menakjubkan terjadi disini, meskipun berasal dari latar belakang perkerjaan yang berbeda, usia yang tidak merata, atau barangkali sebagian dari orang yang saya jumpai tidak saling mengenal sebelumnya. Semua seolah tinggal cerita. Yang tampak, justru kekuaatan sebuah keakraban, keajaiban mimpi dan setumpuk keyakinan.

Menulis Catatan Pinggir[an] Pohon Ceri ini, barangkali saya seperti Mba Tias Tatanka saat dimintai komentarnya tentang Novel Labirin Lazuaardi LANGIT MERAH SAGA, karena dia istri Gola Gong, sang penulis novel. Memang subyektif. Tapi, dia pembaca pertama novel serial Labirin Lazuaardi itu. Dan bagi saya, bukan soal subyektif atau tidak, karena siapapun orang yang membaca novel itu akan merasakan kehadiran spirit humanis, universal dan akan lebih memaknai hidup. Saya bukan sedang menghasut pembaca untuk segera ke toko buku dan memborong Novel itu. Saya hanya ingin menyampaikan, mungkin tulisan saya juga subyektif tentang sebuah pohon ceri yang menjaadi simbol bersatunya Komunitas JaKantor. Karena saya juga bagian dari komunitas tersebut. Achh… Apa boleh buat, saya sendiri merasakannya. Semangat kebersamaan dan satu tekad untuk mendukung Bepe dan kawan-kawan sangat menyentuh saya.

Pohon Cery memang sebuah pohon biasa dan hanya sebatas simbol. Tapi, mampu menyatukan kami, orang-orang  “tersesat” seperti saya, yang memiliki niat tulus untuk mendukung PERSIJA tapi kaga tau harus berlabu dimana. Semoga kisahnya akan selalu indah untuk di perbincangkan. Dan membuat kami  rindu untuk kembali mengulanginya.

Semoga pohon pemersatu itu, setia menanti kami untuk kembali berkumpul, mempersiapkan diri, sebelum akhirnya menuju medan perang mendukung tim kesayanagan, PERSIJA YANG SELALU DI HATI.

marSyahid@JaKantor Community

One thought on “Catatan Pinggir[an] Pohon Ceri

  1. Pingback: 1 TAHUN PERJALANAN JAKANTOR COMMUNTY | pinggirlapangan.com

Leave a comment