Catatan Pendakian Ala Supporter

Wihh.. baru mau mulai nulis, eh dah dateng sesajen di meja gua.. aromanya menggoda hidungg men. keren (jangan ada yang minta yee).. terima kasih kopi itemnya ya Pak Sakur (officeboy di kantor gua),

 Jadi, mari kita mulai pendakian kita, opss.. maksudnya nulisnya, hehehehe

 Tulisan ini sebenernya sambungan dari tulisan sebelumnya yang judulnya DARI GBK KE SURYA KENCANA, tulisan ringan yang gua tulis detik-detik menjelang keberangkatan gua dan temen-temen JC ke gunung Gede.

 Jadi yang belum baca silahkan baca disini, abis itu balik lagi, lanjut baca tulisan yang ini.. hahaha.. *ko jadi muter-muter gini yaa.. 😀

KEBERANGKATAN

Titik nol dimulai dari perempatan Ps. Rebo, tempat yang disepakatin menjadi Meeting Point malam itu, Jumat, 14 Oktober 2011. Sebagian besar yang berencana ikut pendakian sudah kumpul ketika gua –sektitar jam 22.15.WIB– sampe di lokasi pertemuan. Tapi bukan orang terakhir ya gua, hehe, masih ada beberapa orang yang saat itu masi ditunggu karena katanya masih di perjalanan..

 

Akhirnya, setelah semua kumpul, Jam 23.sekian-sekian WIB, Perjalanan di mulai, dengan menggunakan bus yang cukup sesak *lupa naman bisnya. lupa nanya keneknya juga.. 😀, Bus yang kami tumpangi melenggang cukup kencang, karena kebetulan kondisi jalan tol malam itu sukup lengang, hingga akhirnya berhenti di pintu keluar tol ciawi. Setelah cukup bikin badan basah keringetan, karena bus berhenti, perjalanan bus kembali di lanjutkan, membelah bebukitan sepanjang jalur puncak, hingga akhirnya bus menepi di simpang Cipanas. *horeee.. sampe broo…

Bersamaan dengan para calo yang langsung menghampiri kami menawarkan jasa angkot, Hawa dingin langsung menyambut kami, ketika rombongan JC turun dari bus sekitar jam 1 dini hari. Lumayan alot negosiasi harga angkot malam itu, dan setelah beberapa lama tawar menawar harga tersepakati, kami kembali melanjutkan perjalanan melewati jalan aspal rusak dan menanjak serta gelap, menggunakan 3 buah angkot hingga ke garis terakhir jalan aspal. Tanda bahwa kita sudah berada di gerbang pendakian Gunung Putri.

Di pemberhentian terakhir ini dinginnya lebih sadis dari waktu sebelum naek angkot tadi.. brrrr dingin sangat, sampe2 gua sempatin buat beli sarung tangan, ada beberapa orang yang juga beli, salah satunya AP, peserta terunik yang akhirnya di nobatkan sebagai Man of  The Match, hehehe.. Ape persis ada di sebelah kiri gua, ketika kita sama-sama menawar harga sarung tangan digelaran, mengenakan kupluk gombrong (entah apa istilahnya) ala penyanyi rege. “Ape mau beli juga pe, emang ga bawa” sambil nahan dingin gua nanya sama Ape, “sebenernya sih bawa bang, punya ade saya” jawab ape dengan polos sambil buka kupluknya, dan taraaa… tampaklah sarung tangan yang di maksud, keluar dari kupluk gombrongnya, berwarna belang garis khas anak-anak. hahaha, sontak semua yang ada ketawa ngakak.. wakakakak..(aseli mirip bangat kaya tukang sulap) pe pe.. aya-aya wae… untung aja ga ada yang minta sandal jepit dari dalem kupluk lu pe.

Kita tinggalkan soal Ape dan sarung tangan adeknya, sekarang saatnya mengisi perut. Setelah perjalanan panjang Jakarta Cipanas, rasanya kurang adil kalo anakonda dalam perut dibiarkan melingkar dalam keadaan kedinginan. Jadi kita sempatkan untuk makan di warung yang terletak persis di tempat pemberhentian terakhir angkot.

 Selesai makan ritual orang Indonesia selanjutnya, ehmm.. 😀 yup, re-bahan dan memberikan jatah mata buat merem. Salah satu rumah penduduk di kaki gunung putri, kami pilih sebagai selter kami sebelum bergerak esok paginya. Karena seperti yang sudahdirencanakan sejak awal bahwa pendakian akan di mulai pagi hari, setelah beristirahat.

PENDAKIAN DIMULAI. (eng ing eng)

Peperangan berakhir, tak ada lagi suara senjata dan senapan yang keluar dari meriam hidung seperti tadi malam. Semua sudah terbangun dari tidur. Dingin masih belum beranjak, sedang matahari sedikikit demi sedikit mulai menampakan sinarnya. Aktifitas di rumah yang sederhana namun luas mulai terlihat sibuk. Ada yang Packing, ada yang santai menikmati suasana pagi cipanas diteras rumah, sebagian lagi berjaja antri di pintu kamar mandi, sementara gua, Sony, Done asik menikmati secangkir kopi hitam dengan sebungkus roti yang sudah tak terbentuk.. alias mejret.. 😀

 Jam 8.sekian-sekian pagi, pendakian pun dimulai, setelah pamit sama siempunya rumah yang kami tumpangi, kami maju perlahan melintasi perkebunan penduduk menuju Pos pertama Gunung Putri yang terletak di atas pemukiman warga, semua sudah siap dengan kerirnya masing-masing. Brangkatt…

Setelah menyusuri beberapa petak perkebunan, kami sampai di Check Point pos registrasi Gunung Putri. untuk melapor dan mencatatkan diri (tanda kalo kita warga yang baik), ternyata belakangan ini ada perarturan bahwa setiap pendaki diwajibkan mengenakan sepatu. Setiap pendaki yang membawa perlengkapan mandi seperti odol, sabun dan shampo juga diharuskan meninggalkannya di pos, dan bisa diambil lagi sewaktu turun gunung. Tetapi sayangnya, kami tidak memilih jalur turun yang sama, karena nantinya akan turun melintas melalui jalur cibodas. *beruntunglah orang-orang yang ditakdirin males mandi, karena di gunung ga perlu mandi, hahahaha (gua bangat dah)

 Selesai urusan registrasi. dilanjut dengan doa bersama. dan meneruskan perjalan. Suasana masih belum berubah seperti di awal pendakian, hamparan ladang dan perkebunan sayur  milik penduduk sekitar masih mendominasi jalur perjalanan awal kami. Aroma debu dan suara gemericik air menjadi bagian dari penyesuaian kami dengan alam sekitar, kalo Kata bang Agung (Komander), konon, paling terberat pendakian adalah saat awal dan saat mendekati puncak. Weww.. begitulah, toh gua juga ngerasa nafas seperti tak berjarak, alias pendek sangat, belom lagi betis dan kaki yang mulai terasa mengeras. mungkin juga karena isi kerir yang masih super penuh.

Perjalanan melintasi perkebunan yang subur masih berlanjut, sesekali kami berjumpa dengan penduduk lokal yang ramah, hingga sampai dipemberhentian pertama. (pos bayangan). Di pemberhentian ini merupakan satu-satunya sumber air di sepanjang jalur pendakian Gunung Putri menuju Surya Kencana, jadi, selain sejenak melepas lelah kami juga menyempatkan mengisi botol kosong sebagai bekal persedian selama pendakian.

Semua peserta masih terlihat menikmati trek dengan tanjakan-tanjakan yang disusun rapi dari bebatuan, yang sebelumnya hanya tanah menebing kini dalam tahap perbaikan, (sepertinya trek ini nantinya akan sama dengan trek di jalur cibodas). Terlihat dari beberapa anak tangga yang terlihat masih baru dan sudah rampung dikerjakan, sementara yang berikutnya sedang tahap pembukaan jalur baru, dan sepertinya akan terus hingga ke atas.

Perlahan sawah dan perkebunan mulai hilang tertinggal di belakang kami, pertanda bahwa kami mulai memasuki alam yang sesungguhnya. Dengan pepohonan besar dan tanjakan yang disediakan gunung Putri, udaranya seger? pastinya.

Mulai dari sini jalur udah hutan bgt, undakan anak tangga terbuat dari akar pepohonan dan tanah, Tanjakan dengan kemiringan yang nyaris tanpa bonus khas jalur Gunung putri mulai sangat terasa.. lanjoottttt

Perjalanan semakin terasa berat, Jalur semakin menanjak, di tambah kondisi perut yang kencang etreak minta diisi, serta pundak yang mulai terasa panas karena membawa beban berat, membuat kami cukup sering berisitirahat dalam perjalanan.

 Tak terasa perjalanan kami sudah semakin jauh menembus jantung hutan. Fisik sudah benar-benar diuji, Trek trek parah dan terjal hingga mencapai 45 drajat di ketinggian lebih dari 2000 mdpl, dengan udara yang semakin menipis, membuat beberapa orang peserta memperlambat laju jalan, dan membuat rombongan terpecah menjadi 2 group.

Jam swiss army ditangan kanan gua menunjukan pukul 3 sore, artinya udah lebih dari 7 jam, gua dan rombongan kedua berjalan melintasi jalur terjal hingga akhirnya sampe di lawang seketeng. Pos terakhir sebelum memasuki area datar menuju alun-alun Surya Kencana. DItengah perjalanan sebelum sampe ke lawang seketeng, menyempatkan diri makan sekedarnya, karena logistik berada di rombongan pertama. Disini ada yang seru, pas bacot bikin ager-ager. Pertama salah buat, dan terpaksa harus di godog ulang, (padahal udah berbentuk jel), tau kah, kalo dia bikin ager-ager tanpa gula sedikitpun, tapi tetep yakin kalo tuh ager bakalan manis, karena menurut doi, udah plus gula dalem bungkusnya.

Dan apa yang terjadi? dia tetep bilang ke semua bahwa ager yang dibuatnya enak (luar biasa) *lebay, dibelah trus dimakan, anehnya walau tau tuh ager asem, tapi tetep aja yang laen ikutan makan, ternyata bener men, tuh ager-ager asem, menurut yang ikutan makan, karena kejebak bacot.. (untung gua ga ikutan makan).. hehehe 😀

Trek mulai mendatar dan tak lama kemudian, sekitar pukul 4.30 sore semua peserta tiba di alun-alun surya kencana. :), di sambut kabut yang menutupi hampir seluruh sisi surken, dan angin yang terus berhembus menempa seluruh badan, kami meutuskan untuk berhenti sebentar sampe akhirnya kabut hilang terbawa angin.

 Tapi bukan berarti udah sampe lho, karena ini baru masuk alun-alun timur, sedang tempat nge-camp ada di sebelah barat, artinya  masih harus berjalan kaki membelah belantara padang yang sangat luas, menempuh sekitar 50 menit untuk sampe ke sebelah barat alun-alun Surken.

 Beneran, disini terasa kaya mimpi, semua lelah, pegel mulai dari pendakian terbayar ketika berada di Suya Kencana, dengan hamparan bunga edelewis yang luas mempesona.

(bersambung ke part 2)


3 thoughts on “Catatan Pendakian Ala Supporter

  1. Pingback: Dari GBK ke Surya Kencana | pinggirlapangan.com

Leave a comment