Pendakian Ala Supporter (part2)

Akhirnya.. jadi juga nih tulisan part 2, sambungan pendakian ala supporter yang udah beberapa hari terpampang di blog pinggirlapangan.com. Jujur sih sebenernya agak ragu juga, apa bisa gua nulis catatan lanjutan ini, secara kerjaan gua beberapa hari ini, sukses bikin mata gua melotot berhari-hari, beberapa malam. Malah sampe bikin gigi gua ngebet dan rajin mampir ke toilet. Tapi disela-sela waktu yang ada, Alhamdulillah akhirnya bisa juga catatan ini nyusul catatan sebelumnya

[lanjutan]

Surya Kencana

Setelah beberapa menit berisitirahat di atas rerumputan, kami kembali melanjutkan perjalanan. Perjalanan yang masih cukup panjang, membelah padang savana seluas mata memandang, dengan angin yang terus bergemuruh, hamparan putih bunga edelewis yang memesono, serta cakrawala di sisi timur dan barat. Terasa sekali angin dingin dan lembab menerpa sekujur tubuh, seolah ditiupkan untuk melawan panasnya terik matahari… kerennn, indah. Meski beberapa orang dari kami, termasuk gua sendiri udah beberapa kali ke sini, tapi tetep saja kekaguman itu tak pernah memudar.. luar biasa..

Setelah sadar dari kekaguman akan keelokan sebuah tanah lapang berhias bebatuan hitam yang terhampar acak, kami mulai bingung mencari keberadaan teman2 yang lebih dulu sampa disini.

Ariizzzzzzzzzzz.. !!, Inggaaaaaaaa.. !! Leoooonnelll…!!!!!! dan beberapa orang lainnya, kami teriakan satu dami satu.. Doooneeeee..!!! kami terus berteriakan.

Sampe akhirnya tampak dari kejauhan dua orang manusia “imut” yang saat itu sedang berjalan bergandengan mesra.. opss, maaf maksudnya beriringan, sambil menenteng beberapa botol air.. “wihhh.. Ariz sama Leonel tuh, ambis ambil aer kayanya dia”. gumam gua dalem hati. Tanda bahwa Camps site kami tak berapa jauh lagi dari tempat gua berdiri saat itu. Beberapa puluh meter sebelum batu Petilasan Pangeran Surya Kencana yang berupa batu berbentuk pelana, yakni Batu Dongdang, yang berada di di tengah alun-alun dan konon dijaga oleh Embah Layang Gading.

Dan… (ladies and gentlemen)… Gua yang waktu itu ada di rombongan kedua akhirnya nyampe juga di site Camp, bersama Komander, Tribudi, sepasang manusia Bacot & Mirza. Disini, selain beberapa kerrir yang terhampar, ternyata tampak ada 3 tenda yang sudah didiriin.

Belasan menit kemudian, giliran Shontonk (dengan 1 kerrir dan 2 buah backpack), Amie dan Bang Fajar, yang –katanya- saat detik-detik terakhir mendekati surken, mentransfer bebanya ke pundaknya Shontonk disusul Bobi dan Tiwi dengan nafas yang tersengal-sengal, datang sebagai rombongan terakhir. Berarti komplit semuah dah sampe di Surken… (teprok tangan dong)…

Site Camp yang di pilih oleh teman-teman rombongan pertama ga terlalu jau dari sumber aer, untuk areanya sendiri sedikit menjorok masuk ke dalam semak dan di balik pepohonan rindang. Ini adalah salah satu cara untuk menghidari terpaan angin secara langsung. Yang kealingan gini aja masih terasa dingin bangat, gimana kalo langsng, brrrr 😀

 Jalan berjam-jam dengan sisa nafas yang ada, melintasi hutan dengan jalan menanjak terjal, serta Keringat yang terus mengucur membakar hampir seluruh energy, membuat otak gua tiba-tiba menjadi maha culas, berfkir keras gimana caranya supaya anakonda dalam perut segera mendapat asupan.. (gua rasa semua ngerasain hal yang sama).

Masing-masing membongkar kerir, mengeluarkan semua logistik yang di bawa dan dikumpulkan menjadi satu.. (indahnya kebersamaan). Sementara yang lain merapihkan tenda dan segala kepeluanya, jadilah gua, Lionel, Budi Shandi di bantu Tiwi yang sore itu manjadi sang penguasa dapur alias tukang masak.

Pertama-tama siapkan 4 buah kompor beserta nicetingnya, opss.. hamper aja gasnya lupa, (ga ada gas, ga bias masak dong), lalu ambil beberapa botol air berukuran 1 liter, selanjutnya, menyiapkan beberapa keperluan yang akan di masak. Beras, Beberapa butir telor yang di kocok menjadi satu, Ikan asin jambal, dan indomie goreng sebanyak 9 bungkus. Tiap 1 set kompor di gunaan untuk memasak satu jenis makanan, alesannya?.. biar cepet aja kale.. 😀

Teng.. teng.. teng.. Lionel mengetok niceting dengan sendok beberapa kali, yang menjadi rington bahwa makanan sudah siap di santap. “makan.. makan.. makan” balas teman teman yang lain menimpali, sambil mengerubung menjadi satu kearah tempat memasak, termasuk yang di saat itu sedang istirahat di dalem tenda ikutan juga bergabung.

Seiring udara yang makin dingin, dan langit Surya kencana yang beranjak menuju gelap, nasi liwet, telor dadar, ikan asin jambal dan mie goring, menjadi korban keganasan saya dan teman-tean JC malam itu.

Kecuali sambil nanya, thonk.. thonk, pagi masi lama ga? Makan malam kali ini adalah makan termewah dan paling nikmat buat gua, setidaknya 16 jam terakhir.

Selesai dinner (ciee.. biasanya juga nyebut mindo), ya deh di ulang.. abis mindo bareng, beberapa dari kami tidak lantas masuk ke sarangnya masing-masing, tapi lanjut ngobrol-ngobrol, becanda, cela-celaan, saling menatap, mesra-mesraan, cipika-cipiki.. alah.. (mulai ngaco), intinya selesai makan kita masih lanjut kngkow di depan tendanya sony yang berada berlawanan dengan tendanya Done, sengaja biar doi berdua keluar trus ikutan gabung. :D.. (pemaksaaan secara halus).. hahaha.

Done yang sejak sore melipat badan di dalem tenda dan Sony yang entah sejak kapan kecanduan GPU -untung aja ga sampe OD- tetap ga tergoda buat nikmatin hangatnya kopi item dan teh tubruk bareng-bareng, yang segaja kita buat ba’da makan malam. Kalo sama kopi aja ga kegoda, gimana sama suara Shontonk yang cerita soal kehebohan ager asem tadi siang yang bayak makan korban..?, tetep bro tuh bocah dua ga bergeming.

Akhir dari malam ini adalahh? Kita masuk ke dalam tenda asing-nasing, bersetubuh dengan sleeping bag, (sukur-sukur ga kebelet b*k*r malem), dan menikmati udara dingin surken dari balik mimpi..

Sampe ketemu besok pagi ya sob..

gud nett…. [bersambung ke part 3]

2 thoughts on “Pendakian Ala Supporter (part2)

  1. Pingback: Catatan Pendakian Ala Supporter |

Leave a comment